Berpijak pada kenyataan

Para pekerja sering mengira, bahwa dirinya dituntut kerja lebih keras dari para pengusaha. Padahal, tidak begitu faktanya. Sejauh yang saya tahu, disaat para pekerja libur; para pengusaha belum berhenti berjuang. Mereka tidak libur, bahkan ketika orang kebanyakan sedang liburan.

Kesadaran atas fakta itu mestinya menambah rasa syukur kita, bahwa kita; masih diberi kekuatan untuk menjalani lekuk liuknya roda kehidupan.

Sudah sih bersyukur mah. Tapi rasa syukur itu masih sering dikalahkan oleh perasaan bahwa kehidupan orang lain lebih baik dari kita. Belum tentu. Toh kita juga tidak tahu kok, seperti apa kehidupan mereka sesungguhnya.

Bahkan boleh jadi, orang yang kita kira kehidupannya lebih baik dari kita itu justru mengira kehidupan kita lebih baik dari dirinya. Akhirnya kita terpenjara dalam prasangka masing-masing.

Dan dalam penjara itu, kita membayangkan betapa enaknya kehidupan orang lain hingga lupa untuk mengoptimalkan nilai dan makna hidup yang sudah kita miliki.

Bagaimana mungkin bisa kita nikmati hidup ini jika demikian kan? Kenikmatan hidup, hanya bisa dirasakan jika kita bersedia berpijak pada kenyataan. Jika kita biarkan pikiran melanglang buana keatas awan, kita hanya menelan angan-angan. Bukan kenyataan.

My friend, mari kita nikmati apapun yang sudah berhasil kita raih. Segala hal yang sudah Allah anugerahkan pada kita.    Apapun adanya, alhamdulillah saja. Agar kerasa lezatnya. Dari rasa lezat itu, tumbuh rasa syukur. Dari syukur, timbul kebahagiaan. Dalam bahagia, kita berjuang tak kenal lelah.

Dari perjuangan itu kita memeperoleh lebih banyak lagi. Lebih nikmat lagi. Lebih lezat lagi. Lebih syukur lagi. Lebih bahagia lagi. Lebih gigih lagi. Sehingga semakin hari kehidupan kita menjadi semakin membaik lagi. Insya Allah.

Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman
Author, Trainer,  Public Speaker

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Berpijak pada kenyataan"

Post a Comment